Selasa, 29 Juni 2010

Perkutut budaya bangsa dan pendatang devisa bangsa (part 2 habis)




Pada tahun 1980-an, perkutut Bangkok masih asing di Indonesia, Ia belum punya nama, sehingga tak dikenal. Namun pada 1990-an perkutut bangkok mulai membanjiri Indonesia dengan menawarkan genetik yang stabil yaitu piyik bersuara bagus dan tidak menjadi hancur suaranya ketika beranjak dewasa. Pada saat inilah banyak importir perkutut Indonesia ke thailand hingga berbelanja burung ratusan juta sampai milyaran rupiah ke Thailand dan berlangsung hingga 2010.

Penulis teringat cerita seorang kawan yang juga guru bagi penulis yaitu sekitar tahun 1990-an, diadakan seminar perkutut pertama kali oleh sesepuh perkutut kenjeran surabaya dengan tabloid agrobisnis pada waktu itu dengan biaya seminar Rp 50.000. Seminar tersebut membahas tentang bagaimana mengeluarkan suara kung pada perkutut. Pada periode tahun ini mulailah diperkenalkan teknik rekayasa genetik mendel dan teknik breeding modern. Sesepuh perkutut kenjeran surabaya tersebut rupanya telah berguru di Thailand dan mempelajari seluk beluk tentang breeding perkutut modern yang kemudian diajarkan pada peternak Indonesia. Teknik breeding modern mulai teknik bentuk kandang yang soliter, sistim ring pada kaki perkutut dan sistim silangan berdasarkan klasifikasi suara yang kemudian dikombinasikan atau disesuaikan dengan asal usul bapak-ibu (klasifikasi darah).

Di thailand tren suara perkutut yang sudah usang di simpan dalam kandang indukan umbaran. Hal ini berguna apabila suatu saat pada perjalanan waktu breeding mengalami penurunan genetis suara atau menemui titik genetis yang saling melemahkan maka dapat mengambil indukan simpanan pada kandang umbaran untuk mengembalikan dan memperbaharui genetis yang rusak tadi. Hal ini berbeda pada peternak Indonesia yang lebih mengikuti dan membeli trend suara baru dan melupakan trend suara lawas dengan menjual perkutut suara lawas. Teknik breeding tersebut cenderung membeli terus menerus indukan baru demi mengejar trend suara bagus dari pada menciptakan trend suara baru. Hingga saat ini peternak perkutut Indonesia masih ketinggalan selangkah dengan peternak Thailand. Kecenderungan yang lain adalah budaya latah yang tidak bisa hilang yaitu kebanggaan memiliki merk made in dari peternak Thailand dari pada merk made in peternak Indonesia. Tetapi hal ini tidak terlepas dari kelebihan hasil ternakan Thailand yang bisa mengeluarkan trend suara baru. Peternak thailand juga tekun dan sabar dalam breeding sehingga bongkar pasang indukan merupakan hal wajib untuk riset dan penelitian menciptakan trend suara baru, stabil dan bagus. Proses ini memakan waktu lama berbulan-bulan hingga tahunan dan memerlukan kesabaran. Berbeda dengan peternak Indonesia yang tidak sabar untuk cepat menghasilkan anakan trend suara baru dengan membeli indukan jadi di Thailand. Indukan jadi di thailand sampai dibeli dengan harga milyaran rupiah sepasang. Bahkan peternak Thailand sudah mengadakan riset dan menciptakan perkutut khusus untuk pasar Indonesia. Mereka juga sering berkunjung ke peternak Indonesia hanya sekedar silahturahmi dan membeli beberapa ekor perkutut ternakan Indonesia. Menurut penulis nilai rupiah yang dibelanjakan peternak Thailand ke Indonesia tidak sebanding dengan nilai rupiah yang dibelanjakan peternak Indonesia ke Thailand. Menurut penulis, peternak Thailand belanja perkutut ke Indonesia cuma strategi menjaga pasar dan menjaga brand image.

Bisnis perkutut tidak akan surut karena setiap tahun banyak pemain baru bermunculan dengan investasi ratusan hingga milyaran rupiah. Melihat semakin banyaknya pemain baru dengan modal besar membangun ratusan kandang. Apa nggak over supply perkutut nantinya? Hal ini bisa terjawab sekarang karena kalimat diatas di email atau di buat pada tahun 1 Agustus 1999. Permintaan hasil breeding terus ada setiap tahunnya dengan harga ratusan ribu sampai ratusan juta rupiah. Bahkan akhir-akhir tahun 2010 ini hasil ternakan perkutut Indonesia juga mulai merambah Singapore, Malaysia dan Brunei.

Sebagai produk salah satu budaya Indonesia, perkutut telah menarik bangsa lain untuk mempelajarinya (http://singingdove.com). Mr Jim de Seve menempuh perjalanan 30 jam dari Frankfurt, Singapore and Jakarta demi mendokumentasikan kompetitisi perkutut. Penulis juga bertemu beliau di Konkurs Nasional HUT P3SI Cup Solo 26 Juni 2010. Perkutut become the most expensive bird in the world. It created the big community of fans not only in Indonesia, but also in Thailand....demikian komentarnya.

Salam kungmania

Tidak ada komentar: